Saturday 26 July 2008

membelah bulan

Muslim percaya bahwa ketika Muhammad ada di Mekah, Allah membelah bulan utk menunjukkan mukjijat pada orang2 Mekah. Klaim ini ditulis dalam Quran.

Surat 54 disebut “The Moon”, dimulai dengan:

[54.1] Telah dekat (datangnya) saat itu dan telah terbelah bulan.

[54.2] Dan jika mereka (orang-orang musyrikin) melihat sesuatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata: "(Ini adalah) sihir yang terus menerus".

[54.3] Dan mereka mendustakan (Nabi) dan mengikuti hawa nafsu mereka, sedang tiap-tiap urusan telah ada ketetapannya.

Cendekiawan muslim terkenal Maududi (http://www.usc.edu/dept/MSA/quran/maududi/mau54.html) menjelaskan: “Fenomena indah dan menakjubkan dari terbelahnya bulan adalah pertanda kebenaran akan kebangkitan, yg diberitakan oleh nabi suci, telah terjadi dan telah mendekat. Bulatan besar bulan telah terbelah menjadi dua bagian yg nyata didepan mata mereka. Kedua bagian itu berpisah dan mundur begitu jauh dari yg lain hingga bagi mereka yg melihat, satu bagian muncul disatu sisi gunung dan bagian yg lain disisi lainnya dari gunung itu. Kemudian, sesaat kemudian keduanya bergabung kembali.”

Tapi, ada beberapa masalah dalam cerita ini.
Masalah utamanya adalah bertentangan dg Quran itu sendiri. Dibeberapa ayat Muhammad mengakui bahwa dia tidak dapat atau tidak melakukan mukjijat utk membuktikan dirinya. Ketika diminta utk melakukan mukjijat, jawabannya adalah:

"Maha Suci Tuhanku, bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul?" Q 17.93

Ditempat lain Muhammad menaruh kalimat2 berikut dimulut Allah:

“Orang-orang yang kafir berkata: "Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) suatu tanda (kebesaran) dari Tuhannya?" Sesungguhnya kamu hanyalah seorang pemberi peringatan” Q 13.7

Muhammad berkeras bahwa meskipun nabi2 lain melakukan mukjijat, kemukjijatan dia hanyalah Quran. Jadi ketika Muslim mengklaim bahwa Muhammad melakukan mukjijat, mereka bertentangan dg Quran itu sendiri (lihat artikel Did Muhammad Perform Miracles? http://www.faithfreedom.org/Articles/sina/miracles_of_Mo.htm)

Masalah lain dg klaim ini adalah bahwa fenomena seperti itu harusnya diketahui tidak hanya di Mekah tapi juga diseluruh dunia. Bahkan tiap gerhanapun ada dicatat oleh banyak kebudayaan (meski tidak semua gerhana ada catatannya dalam satu kebudayaan), lalu kenapa tidak ada disebut-sebut hal bulan terbelah ini, yg pastinya harus ada minimal satu pasang mata yg menyaksikan, dan lalu mencatatnya, ini sebuah fenomena yg menakjubkan.

Moiz Amjad, seorang cendekiawan yg menjawab pertanyaan2 utk situs Understanding-Islam.com mengatakan, “Saya belum lagi menemukan catatan sejarah bangsa manapun, yg mengacu pada kejadian ini.” Dia pikir ini adalah “a sign of the promised hour.” (sebuah tanda utk waktu yg dijanjikan) http://www.understanding-islam.com/related/text.asp?type=question&qid= 1226.

Anehnya, situs ini menentang pendapatnya sendiri dan mengklaim bahwa katanya ada raja dari India yg menyaksikan terbelahnya bulan (http://www.understanding-islam.org/related/text.asp?type=rarticle&rai d=170) dan dia mengirim anaknya ke Mekah yg lalu memeluk Islam dan ketika kembali ia meninggal di Yaman.

Cerita ini tentu saja sebuah cerita palsu dari para muslim. Muslim suka sekali membikin-bikin cerita2 yg dihubungkan dg mukjijat2 nabi mereka. Mereka melakukan itu terus-terusan. Satu dari kisah palsu yg menggelikan ini adalah klaim bahwa astronot yg mendarat dibulan mendengar suara Adzan (panggilan sholat utk muslim) yg didendangkan disana. Masih ada lagi ribuan pemalsuan lainnya.

Pertama-tama tidak ada catatan bahwa ada raja atau pangeran dari India yg pernah mengunjungi Muhammad. Ini tidak disebut dalam biografi manapun dari Muhammad.

Kedua, pembelahan bulan harusnya dapat dilihat oleh setiap orang diseluruh dunia dan tidak hanya oleh satu raja. Dimana ada catatan mengenai fenomena ini?

Ketiga, misal raja india ini melihat terbelahnya bulan, bagaimana dia bisa menafsirkan kejadian aneh ini sebagai tanda telah muncul nabi baru di Mekah? Muslim mengklaim bahwa kitab2 india berisi ramalan mengenai kedatangan Utusan dari Arabia. Ini omong kosong. Tidak ada disebut2 Muhammad dalam buku suci dari agama manapun.

Banyak muslim yakin bahwa fenomena ini benar2 terjadi. Mereka menunjukan gambar close-up dari bulan yg diambil oleh NASA sebagai bukti dan karena mereka adalah orang yg mudah tertipu, mereka percaya begitu saja tanpa keraguan.







Ini disebut Lunar Rilles (celah yg dalam pada bulan). Rilles itu panjang dan berupa jurang dalam mirip lembah. Sebuah rille lebarnya bisa mencapai berkilometer2 dan panjangnya ratusan kilometer. Formasi yg sama juga ditemukan pada planet2 lain dalam sistem solar, termasuk Mars, Venus dan pada beberapa bulan2nya. Lihat gambar2 dibawah. Apa ini berarti Muhammad juga membelah planet2 itu?

Teori2 mengatakan, rille dibentuk dari erosi2 yg terjadi pada benda2 angkasa tsb, bisa juga lubang lava yg runtuh, dan tekanan/aktivitas tektonik/gempa.

Terdapat tiga tipe rille pada permukaan bulan:

- Sinuous rilles berliku2 seperti sungai, dan secara umum dipercaya sebagai sisa2 lubang lava yg runtuh atau aliran lava yg punah. Mereka biasanya dimulai pada lubang volkano yg sudah punah, lalu berkelok2 dan kadang terpisah seiring alirannya mengikuti permukaan bulan.
- Arcuate rilles punya belokan2 yg lebih halus dan ditemukan diujung dari bagian gelap bulan. Dan dipercaya dibentuk dari aliran lava yg membentuk mare (http://en.wikipedia.org/wiki/Lunar_mare) yg dingin, berkontraksi dan lalu tenggelam.
- Straight rilles mengikuti jalur linier dan panjang dan dipercaya sebagai grabens (http://en.wikipedia.org/wiki/Graben). Yaitu, bagian kulit permukaan bulan yg tenggelam membentuk dua jalur paralel. Ini dapat langsung dikenal jika mereka meliwati crater atau pegunungan2.

Rilles dapat ditemukan diseluruh permukaan bulan dan mereka tidak menyambung seperti ikat pinggang dan dg begitu tidaklah mungkin mendukung klaim muslim bahwa bulan pernah terbelah. Dibawah ini ada beberapa gambar yg akan menghancurkan hasrat dari para muslim ini. Utk mengerti bagaimana bekas rilles terjadi pada permukaan bulan, kita harus melihat gambar yg menunjukkan bulan dari jauh.









Apa jurang2 ini kelihatan seperti memotong bulan jadi dua?


















Saya harap sekarang jelas bahwa “klaim jurang2 pada bulan merupakan bukti bulan pernah terpotong” hanya sebuah kegilaan islamik.




WARISAN: Siapa yang Mengajar Allah Berhitung?

Satu kesalahan hitungan yang paling jelas dalam Qur’an dapat ditemukan dalam penjelasan tentang harta warisan. Hukum2 warisan tersebar di beberapa Sura, seperti misalnya di Al-Baqarah (2), Al-Maidah (5) dan Al-Anfal (8 ). Tapi keterangan menyeluruh tentang hukum2 ini dijabarkan di Surah Nisa (4).

Q 4:11
Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfa'atnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Q 4: 12
Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.

Q 4:176
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah : "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu) : jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Meskipun tertera perkataan “Allah menerangkan”, ternyata hukum ini jauh dari terang.

Ayat 4:11 mengatakan jika seorang pria hanya mempunyai seorang anak perempuan, maka anak perempuan itu mendapatkan separuh harta warisan. Tapi karena ayat yang sama berkata bahwa porsi warisan anak laki dua kali besarnya daripada anak perempuan, maka ini berarti saudara lakinya mewarisi seluruh warisan. Bukankah ini membingungkan? Jelas ada yang salah dalam hukum ini. Kesalahan ini akan semakin banyak dijumpai dalam pembagian warisan di mana pihak orangtua dan istri2 diikutsertakan.

Terdapat kasus2 di mana jumlah pembagian total kepada pewaris ternyata melebihi harta warisan yang ada. Lihat contoh berikut.

Menurut ayat2 di atas, jika seorang pria mati meninggalkan seorang istri, tiga anak perempuan dan dua orangtuanya,

Bagian istrinya adalah 1/8 (Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan)

Anak2 perempuannya akan menerima 2/3 (tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal.)

Dan kedua orangtuanya akan menerima 1/6 dari warisannya (Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak;)

Jika kau menambah semua pembagian ini maka jumlah keseluruhan melebihi jumlah warisan yang ada.

Istri........................1/8..=...3/24
Anak2 perempuan..2/3..=..16/24
Ayah.......................1/6..=....4/24
Ibu..........................1/6..=....4/24
Total..............................=...27/24

Mari kita lihat contoh lain. Misalnya saja seorang pria mati meninggalkan istrinya, ibunya, dan saudara2 perempuannya.

Istri menerima 1/4 warisan, (Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak;)

Ibu menerima 1/3 warisan (Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga;)

Dan saudara2 perempuannya 2/3 (tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal)

Jika kita menjumlahkan semua bagian ini, hasilnya ternyata melebihi jumlah warisan yang ada.
Istri 1/4........................=...3/12
Ibu 1/3.........................=...4/12
Saudara2 perempuan...=...8/12
Total.............................=..15/12

Contoh2 menunjukkan bahwa porsi2 pewaris ternyata melebihi jumlah total warisan. Di kedua kasus contoh jumlah total warisan ternyata tepat SEBELUM bagian warisan istri diikutsertakan.

Apakah yang harus dilakukan jika seorang pria punya dua istri, yang seorang dengan anak2 dan yang lain tanpa anak? Apakah ini berarti istri yang punya anak akan menerima 1/8 dan istri yang tak beranak menerima 1/4? Kalau benar begitu, apakah ini adil?

Sekarang misalkan saja seorang wanita mati dan meninggalkan seorang suami dan seorang saudara laki:

Suami menerima separuh (Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak.)

Saudara laki menerima semuanya (jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak)

Apakah ini berarti orangtua, saudara2 perempuan dan suami tidak mendapat apa2? Jika begitu, dimanakah keadilan? Bagaimana mungkin saudara laki mewarisi segalanya?

Suami...........=...1/2
Saudara laki..=...2/2
Total.............=...3/2

Ayat ini tidak menjelaskan bahwa saudara laki mendapat semua harta warisan jika tiada pewaris lainnya. Ayat ini hanya mengatakan jika tiada anak, maka dia dapat semua warisan. Ayat yang sama menerangkan bahwa jika seorang pria mati dan meninggalkan seorang saudara perempuan, maka perempuan itu dapat separuh harta warisan. Lalu apa yang terjadi dengan sisa separuh warisan lainnya?

Ini contoh yang lain. Seorang wanita mati meninggalkan seorang suami, saudara perempuan dan seorang ibu.

Suami......................(1/2)...=...3/6
Saudara perempuan..(1/2)...=...3/6
Ibu..........................(1/3)....=...2/6
Total...................................=...8/6

Kita bisa mengambil kesimpulan bahwa aturan warisan dalam Qur’an sangatlah kacau balau. Begitu kacaunya sampai kaum Shia dan Sunni menerapkan hukum warisan ini dengan cara yang berbeda. Misalnya:

Seorang pria mati meninggalkan seorang istri dan dua orang tua, Islam Shia ( *2741) akan memberi pihak istri ¼ dan lalu membagi-bagikan sisanya untuk ibu 1/3 dan untuk ayah 2/3, ini berarti mereka akan menerima 1/4 dan 1/2 dari tanah yang ada. Islam Sunni menetapkan bagian warisan istri 1/4, ibu 1/3 dan ayah sebagai sanak keluarga pria terdekat sebagai 5/12. Jika dilihat semua ini, Qur’an ternyata tidak jelas sama sekali.

http://www.al-islam.org/laws/2741
*2741 If the father and the mother of deceased are his only heirs, the estate is divided into 3 parts, out of which 2 parts are taken by the father and one by the mother. If, the deceased has two brothers or four sisters, or one brother and two sisters, who are Muslims and are related to him from the side of the father (i.e. the father of these persons and of the deceased is same, although their mothers may be different), the effect of their presence on the inheritance is that, although they do not inherit anything in the presence of the father and the mother, the mother gets 1/6 of the estate, and the rest is inherited by the father.

Terjemahan:
Jika seorang ayah dan seorang ibu menjadi pewaris tunggal seorang pria yang mati, maka tanah milik orang itu dibagi tiga bagian, 2/3 diberikan pada pihak ayah, dan 1/3 diberikan pada pihak ibu. Jika pria yang mati itu punya dua saudara laki atau empat istri, atau satu saudara laki dan dua saudara perempuan yang Muslim dan berhubungan darah dengan dia dari pihak ayah (yakni ayah orang ini dan orang yang mati adalah sama, meskipun ibu2 mereka mungkin orang yang berbeda), akibat kehadiran mereka dalam pembagian warisan adalah sang ibu menerima 1/6 tanah, dan sisanya diwariskan kepada pihak sang bapak.

Untuk memecahkan masalah salah hitung ini, para ahli bedah Islam telah mengeluarkan rumus “sains” akal2an yang dikenal sebagai “Al-Fara ‘id”. Ini terdiri dari hukum “Awl” dan “Usbah,” dan hukum2 “Usool” dari Fara’id, hukum2 dari "Hajb wa Hirman," dan berbagai sumber lainnya yang berhubungan dengan masalah ini.

Hukum “Awl” (penyesuaian) berhubungan dengan kasus2 di mana jumlah bagian para ahli waris melebihi atau “lebih banyak” dari jumlah total warisan. Dalam kasus seperti ini, bagian warisan disesuaikan untuk memuaskan seluruh pihak. Begini caranya:

Istri......................1/8..=...3/24......diubah jadi....3/27
Anak perempuan...2/3..=..16/24...diubah jadi..16/27
Ayah....................1/6..=....4/24.....diubah jadi....4/27
Ibu.......................1/6..=...4/24.....diubah jadi....4/27
Total...........................=...27/24.......................27/27

Dan untuk kasus yang kedua
Istri.........................1/4...=...3/12..diubah jadi......3/15
Ibu..........................1/3...=...4/12..diubah jadi......4/15
Saudara perempuan..2/3...=...8/12..diubah jadi....8/15
Total................................=..15/12.......................15 /15

Dengan begitu masalah salah hitung ini dibetulkan oleh kemampuan otak manusia, tapi bagian warisan jadi tidak sama dengan yang ditetapkan Qur’an. Setiap pewaris harus rela menyerahkan sebagian dari bagiannya agar hukum warisan ini jadi betul. Ini adalah kasus yang jelas di mana firman Allah ternyata perlu dibetulkan oleh manusia agar bisa diterapkan.

Tapi ada juga kasus di mana bagian warisan ternyata tidak mencapai 100% bulat dan ada lebihnya (surplus). Misalnya saja kasus di mana seorang pria mati dan meninggalkan istri dan kedua orangtuanya.

Orang tua..1/3....=...4/12
Istri..........1/4.....=..3/12
Total..................=...7/12

Siapa yang bakal menerima bagian warisan surplus 5/12?

Kasus berikut adalah kasus lain yang menunjukkan adanya bagian warisan lebih (surplus) yang belum dibagikan:

Skenario.........................Warisan Dibagikan........Surplus
Hanya 1 istri..........................=..1/4..........................3/4
Hanya 1 ibu...........................=..1/3..........................2/3
1 anak perempuan.................=..1/2..........................1/2
2 anak perempuan.................=..2/3..........................1/3
Hanya 1 sdr. perempuan.........=..1/2..........................1/2
1 ibu dan 1 sdr. perempuan....=..1/3 + 1/2 = 5/6........1/6
1 istri dan 1 ibu.......................=..1/4 + 1/3 = 5/12.....7/12
1 sdr. perempuan dan 1 istri....=..1/2 + 1/4 = 3/4.......1/4

Dalam semua kasus di atas dan kasus2 kombinasi lainnya terdapat surplus. Apa yang terjadi dengan surplus ini? Siapakah yang mewarisinya?
Untuk menghadapi masalah ini, hukum “Usbah” diterapkan. Hukum ini dibuat untuk mengurus warisan yang tidak dibagikan karena tiada orang yang menerimanya. Kalau Qur’an itu jelas dan tanpa salah, tidak diperlukan akal2an hukum seperti ini.

Hukum Usbah berdasarkan Hadis berikut:
Hadis Sahih Bukhari 8.80.724
Dikisahkan oleh Ibn ‘Abbas:
Sang Nabi berkata, “Berikan Fara’id (bagian warisan yang ditetapkan di Qur’an) kepada mereka yang berhak menerimanya. Lalu sisanya harus diberikan kepada anggota keluarga pria terdekat dari orang yang mati.”

Berdasarkan hukum ini, orang yang mati dan meninggalkan seorang anak perempuan saja tanpa ada anggota keluarga pria lain terdekat kecuali sepupu jauh, maka anak perempuan ini hanya menerima separuh harta warisan dan separuh sisanya diberikan kepada sepupu jauh tersebut. Ini tentunya tidak adil bagi anak perempuan itu. Terlebih tidak adil lagi jikalau pria yang mati itu punya seorang bibi atau saudara misan perempuan miskin yang tidak kebagian apa2 hanya karena mereka bukan berkelamin pria.

Sekarang lihat kasus di mana seorang pria yang mati tidak punya anggota keluarga lain selain istrinya dan saudara jauh pria. Istrinya akan menerima 1/4 harta warisan dan saudara jauh pria itu akan menerima sisanya, yakni tiga kali lipat lebih banyak daripada harta warisan istri itu yang baru saja ditinggal mati suami. Apakah ini yang disebut dengan keadilan?

Bagaimana jika pria yang mati itu tidak punya saudara jauh pria sama sekali? Apa yang terjadi dengan sisa harta warisannya? Apa yang terjadi jika keadaannya terbalik yakni istri yang mati dan tidak punya sanak saudara lain sama sekali? Pihak suami akan menerima separuh dari warisan istri, dan lalu siapa yang mendapatkan sisa separuh lainnya?

Perlu diketahui bahwa Qur’an tidak menetapkan prioritas penerima bagian harta warisan. Tidak ada sama sekali keterangan yang menyatakan “pertama-tama berikan kepada pihak ini dan lalu sisanya berikan kepada pihak itu”. Bahkan jikalaupun kita mau melaksanakan hukum2 ini dan memberi prioritas sesuai dengan apa yang tercantum, tetap saja tidak bisa dilaksanakan karena dengan begitu setiap bagian warisan harus dikorting. Juga di banyak kasus terjadi jumlah total warisan tidak bisa habis dibagikan kepada pewaris.

Inilah kesalahan yang berusaha disangkal Pak Sami Zaatari. Dalam usahanya untuk membantah artikel ini, Pak Zaatari menulis, “Jika A (mati) meninggalkan seorang janda atau duda, maka bagian warisan janda atau duda haruslah terlebih dahulu dihitung seperti yang disebutkan di separuh bagian pertama ayat 4:1.”

Pak Zaatari harus menunjukkan kepada kita aturan seperti itu di Qur’an. Tidak ada aturan dalam Qur’an yang menyebut harta warisan harus diberikan kepada pewaris tertentu lebih dahulu dan sisanya dibagikan kepada pewaris yang lain. Sudah jelas pula bahwa aturan perhitungan pembagian harta warisan dalam Qur’an salah secara matematis.

Kekacauan hukum warisan ini tampak lebih jelas lagi di contoh berikut. Misalnya saja seorang pria hanya punya seorang anak perempuan dan 10 anak laki. Menurut Qur’an, anak perempuan ini menerima separuh warisan dan ke-10 anak laki harus membagi-bagi rata separuh harta warisan lainnya. Jadi setiap anak laki hanya kebagian 1/20 harta warisan. Tapi ini lalu bertentangan dengan hukum yang menetapkan pria menerima dua kali lebih banyak harta warisan dibandingkan wanita.

Tentu saja Muslim telah menerapkan aturan Islam selama 1.400 tahun dan melalui berbagai cara mereka dapat menerapkan hukum yang memusingkan ini. Apa yang mereka lakukan? Mereka mengartikan, menyesuaikan dan membuat kompromi agar hukum kacau balau ini jadi masuk akal. Mereka mengumpulkan semua warisan di satu tempat dan memberi setiap anak pria dua kali bagian anak perempuan. Jalan keluar ini memang melaksanakan salah satu aturan warisan Qur’an, tapi bertentangan dengan aturan Qur’an lainnya.

Di atas segala penerapan hukum yang bertentangan ini, sebenarnya masalah utama tidak terletak pada kesalahan perhitungan pembagian warisan. Masalah utamanya adalah ketidakadilan dalam hukum ini. Orang yang bisa berpikir waras tidak dapat menghindari pertanyaan mengapa seorang anak perempuan hanya menerima separuh dari warisan anak laki? Mengapa derajat anak perempuan lebih rendah daripada anak laki? Mengapa Qur’an menyebut “bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan”? (Q 4:11). Misalnya saja seorang pria mati meninggalkan 4 istri. Semua istri2 ini harus membagi rata ¼ kekayaannya, jika pria ini tidak punya anak dan 1/8 jika pria ini punya anak. Jika pria ini tidak punya anak, maka setiap istri akan memperoleh 1/16 harta warisan dan jika pria ini punya anak, maka setiap istri akan memperoleh 1/32. Bagaimana caranya seorang wanita yang mungkin sudah terlalu tua untuk bisa menikah lagi dapat hidup layak dengan warisan sekecil itu di dalam masyarakat yang didominasi kaum pria sebagaimana lumrahnya negara2 Islam? Di lain pihak, seorang pria yang kehilangan keempat istrinya akan mewarisi ½ sampai ¼ kekayaan setiap istrinya. Bukankah ini rumus hitungan yang jelas untuk memperkaya pria dan mempermiskin wanita? Lebih mudah untuk memaafkan kesalahan berhitung dalam Qur’an dibandingkan dengan memaafkan ketidakadilan ini.

Ayat Q 4:175 berbunyi
“Thus doth Allah make clear to you (His law), lest ye err. And Allah hath knowledge of all things.”
versi DepAg RI:
Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (surga) dan limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya.

Tapi seperti yang kita lihat, hukum Allah ternyata tidak jelas sama sekali. Jumlah hitungan salah, bagian warisan tidak ditentukan secara jelas, dan pembagiannya tidak adil. Terserah kaum Muslim untuk menentukan apakah Allah bukan yang “Maha Tahu”, tidak bisa menghitung angka2 yang sederhana, bingung dan tidak adil ataukah Qur’an itu salah dan Muhammad bukanlah utusan Tuhan. Salah satu dari dua hal ini pasti benar. Silakan pilih sendiri.

Wednesday 2 July 2008

BUKU-BUKU ISLAMI TENTANG AISHA (part Ii)











dari sirah nabi tertua,biasanya disebut juga sirah nabi IBNU ISHAQ

SIRAH NABAWIYAH IBNU HISYAM JILID 2
Penulis: Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam Al-Muafiri,
Penerjemah: Fadhli Bahri, Lc.;
Cetakan V, Darul Falah Jakarta, 2006
704 him; 15,5x24 cm.
Judul Asli: As-Sirah An-Nabawiyah li Ibni Hisyam
Penerbit: Darul Fikr, Beirut 1415 H/l994 M
ISBN 979-3036-17-6




HALAMAN 632


Aisyah binti Abu Bakar Radhiyallahu Anhuma

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa SaJ/am menikahi Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq di Makkah ketika Aisyah berumur tujuh tahun dan menggaulinya di Madinah ketika ia berusia sembilan atau sepuluh tahun. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sal/am tidak menikahi wanita gadis selain Aisyah binti Abu Bakar. Beliau dinikahkan dengan Aisyah oleh Abu Bakar dengan mahar empat ratus dirham.


saudah binti zam'ah Radhiyallahu Anha

Shallallahu Alaihi wa Sal/am menikah dengan Saudah binti Qais bin Abdu Syams bin Abdu Wudd bin Nashr bin Malik bin Hisl bin Amir bin Luai dan orang yang menikahkan beliau dengannya ialah Salith bin Amr dengan mahar empat ratus dirham. Ada yang mengatakan bahwa orang yang menikah­kan beliau dengannya ialah Abu Hathib bin Amr bin Abdu Syams bin Abdu Wudd bin Nashr bin Malik bin Hisl."
Ibnu Hisyam berkata, "Ibnu Ishaq kontradiksi dalam hadits ini, padahal ia pemah menyebutkan bahwa Salith bin Amr dan Abu Hathib bin Amr berada di daerah Habasyah ketika pernikahan tersebut terjadi."
Ibnu Ishaq berkata, "Sebelum diperistri Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sal/am, Saudah binti Zam'ah diperistri As-Sakran bin Amr bin Abdu Syams bin Abdu Wudd bin Nashr bin Malik bin Hisl.
zainab binti Jahsy Radhiyallahu Anha
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menikah dengan Zainab binti Jahys dan orang yang menikahkan beliau dengannya ialah saudara Zainab binti Jahsy, Abu Ahmad bin Jahsy, dengan mahar empat ratus dirham. Sebelum itu, Zainab binti Jahsy diperistri Zaid bin Haritsah, mantan budak Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Tentang Zainab binti Jahsy, Allah Tabaraka wa Ta'ala menurunkan ayat berikut,



BUKU-BUKU ISLAMI TENTANG AISHA (part I)























Judul : Mengapa Nabi SAW berpoligami
Diterjemahkan dari JUDUL asli : women in the eyes and heart of muhamad
Karya : Dr.Ali Syariati
Terbitan school Publication ,Teheran
Penerbit di Indonesia : PENERBIT MISBAH
Email : Pantera@cbn.net.id






Buku ini TANPA MALU-MALU mengakui AISYAH itu UMURNYA 7 TAHUN waktu di nikahi oleh MUHAMAD.


Dari mana Penulis itu mendapatkan umur 7 tahun? Tentu dari hadits seperti berikut ini :

Sahih Muslim Book 008, Number 3311
'A'isha (Allah berkenan padanya) mengatakan bahwa Rasulullah (saw) menikahi dia ketika dia berusia tujuh tahun, dan dia dibawa ke rumah Nabi sebagai pengantin ketika berusia sembilan tahun, dan boneka2nya ikut bersamanya; dan dia (sang Nabi) mati ketika ‘A’isha berusia delapan belas tahun.

Sunan Abu-Dawud Book 41, Number 4915, also Number 4916 and Number 4917
Dinyatakan Aisha, Ummul Mu'minin:
Sang Rasul Allah menikahiku ketika aku berusia tujuh atau enam tahun. Ketika kami tiba di Medina, beberapa wanita datang, menurut versi Bishr:Umm Ruman datang padaku ketika saya sedang bermain ayunan. Mereka memandangku, mempersiapkanku, dan mendandaniku. Kemudian aku dibawa ke Rasul Allah, dan ia hidup bersamaku sebagai suami istri ketika aku berusia sembilan tahun. Ia (Umm Ruman) menghentikanku di pintu, dan aku meledak tertawa.

[Anda mau setuju atau tidak setuju,itu bukan urusan saya.Yang JELAS Hadits2 yang kami kutip tentang UMUR aisyah 6 dan 7 tahun itu BENAR adanya,BUKAN HADITS PALSU atau hadits yang DITAMBAH2in,terbukti dengan adanya pihak MUSLIM yang menyebut umur aisyah 7 tahun waktu dinikahin NABI.dan penulis juga mempercayai umur 7 tahun pada waktu dulu belumlah dewasa,tetapi masih anak2,ini sekaligus juga untuk membantah muslimers yang berargumen ‘jaman dulu itu walau umur 7 tahun,tapi sdh dewasa loh ‘. Seperti biasa, Kalau keberatan, Proteslah ke email tsb )

Baik, langsung saja saya kutipkan cerita dari buku tsb dari Halaman 78

Di sisi lain, Aisyah, anak perempuan Abu Bakar, adalah gadis pertama yang lahir dalam keadaan Islam. Kualitas inilah yang membuatnya mempunyai keistimewaan tersendiri dibanding-kan selainnya, dan telah memotivasi para sahabat dan teman-teman seperjuangan Rasulullah untuk menjadikannya sebagai istri Rasulullah. Hanya kelembutan hati nurani (dan bukan akal ataupun logika) yang mampu memahami keluruhan usulan itu. Manakala bunga pertama mekar di taman, manakala buah pertama matang di kebun, maka semua itu merupakan hasil usaha keras si tukang kebun. Hati manusia akan menyadari bahwa bunga atau buah pertama itu murni milik si tukang kebun dan kekayaan yang hanya layak dimiliknya.

Abu Bakar adalah figur manusia yang penuh kelembutan, kesetiaan dan kecintaan yang meluap kepada Rasulullah. Dia sangat mengharapkan Rasulullah untuk mengawini anak perempuan-nya itu. Tetapi, waktu itu Aisyah baru berusia 7 tahun, sedangkan Muhammad saw telah berusia di atas 50 tahun. Di rumah beliau ada Fatimah yang masih membutuhkan kasih sayangnya. Di luar rumahnya musuh-musuh berkeliaran, seperti Abu Jahal, sementara kehidupan beliau masih terkungkung dengan kepahitan, kekerasan dan penderitaan. Yang paling beliau butuhkan pada situasi semacam itu adalah pasangan jiwa (soulmate) untuk berbagi suka dan duka. Dan beliau merasa bahwa putri Abu Bakar yang baru berusia 7 tahun itu kurang cocok untuk situasi yang demikian.

Akan tetapi, dengan berbagai pertimbangan, Muhammad saw pada akhirnya meminangnya (dan baru dua tahun kemudian mereka hidup bersama). Maka, anak perempuan pertama yang lahir dalam keadaan memeluk Islam dan merupakan barisan pertama generasi Islam itu menjadi istri Rasulullah. Dengan perkawinan tersebut, Muhammad dan Abu Bakar telah menjalin ikatan kekerabatan. Sosiologi Baduwi dan kesukuan mengakui bahwa ikatan kekerabatan pada zaman dan situasi waktu itu merupakan bentuk ikatan yang paling kuat untuk menyatukan dua manusia.

Aisyah merupakan satu-satunya istri Rasulullah yang masih gadis ketika dinikahi, dan satu-satunya yang kecantikan dan kefemininannya menarik hati Nabi Muhammad. note : Kecantikan opo? wong masih ingusan..kekekeke

Meski demikian, kecantikannya itu bukan merupakan alasan utama kebersamaan mereka, karena bagaimana mung-kin kecantikan seorang gadis kecil berusia 7 tahun mampu membangkitkan perasaan sese-orang yang telah berusia 50 tahun.

Perkawinan mereka lebih merupakan per-paduan simbolis yang dikaitkan dengan kela-yakan yang bisa diterima akal. Tidak tepat menganggap hasrat dan cinta sebagai alasan perkawinan itu. Baru dua tahun kemudian ketika berada di Madinah mereka memulai hidup ber-sama.
Kita mesti menyadari bahwa cinta Muhammad saw terhadap Aisyah tepat seperti apa yang diungkapkan oleh penulis kontemporer Mesir, Muhammad Husayn Haykal: "...Berkembang setelah perkawinannya dan bukan sebelumnya. Sulit dipercaya Muhamad jatuh cinta pada gadis kecil berusia 7 tahun. Jadi tak bisa dinyatakan bahwa perkawinan itu hanya karena cinta semata."

Dengan kata lain, perkawinannya dengan perempuan yang paling muda dan paling cantik di antara istri-istri Muhammad adalah demi kepentingan sosial dan politis semata ...

Sekian


ALI SINA : MUSLIM YANG MALU MENCOBA MENUTUPI USIA AISHA

Kaum Islam “modernist” menyanggah fakta umur Aisya ini. Mereka bersikeras:
(dari http://www.understanding-islam.com/ri/mi-004.htm)

1)
Menurut tradisi yang diterima pada umumnya, Aisha dilahirkan sekitar 8 tahun sebelum Hijrah. Ia kemudian menikah pada tahun 1 Hijrah. Jadi banyak yangmengasumsi bahwa Aisha berumur 9 tahun ketika ia menikah. NAMUN menurut narasi lainnya dalam Bukhari (kitabu'l-tafseer) Aisha dilaporkan mengatakan bahwa saat diwahyukannya Surah Al-Qamar, Surah Qur'an nomor 54, "Saya seorang gadis muda". Surah ke-54 itu diwahyukan 9 tahun sebelum Hijrah. Jadi menurut tradisi ini, pada saat itu Aisha bukan lagi anak2 (sibyah) melainkan gadis muda (jariyah).

Jawaban terhadap yang diatas:
Bahkan jika kita mengasumsi bahwa riwayah diatas akurat, tidak ada alasan mengapa riwayah ini lebih penting ketimbang riwayah lainnya yang begitu mendetil tentang umur Aisha, menggambarkannya bermain dengan boneka, pembicaraannya dengan teman2 seumurnya dan ceritanya bersembunyi ketika Muhamad memasuki kamar, memorinya tentang bermain di ayunan ketika ibunya memanggilnya dan mencuci mukanya dan mempertontonkannya kepada Muhamad, ke-dungu-annya dan rasa kaget ketika Muhamad beraksi dalam perannya sebagai suami, dsb. Peristiwa2 ini lebih menempel di ingatan ketimbang kapan turunnya wahyu. Kemungkinan orang lebih mengingat peristiwa penting ketimbang kepastian tanggal datangnya Surah.//

2)
Menurut beberapa riwayah, Aisha menemani pasukan muslim dalam pertempuran Badr dan Uhud. Juga dilaporkan dalam hadis dan sejarah bahwa mereka dibawah umur 15 tahun tidak diijinkan mengambil bagian dalam pertempuran Uhud. Semua anak lelaki dibawah umur 15 dipulangkan kembali. Partisipasi Aisha dalam pertempuran Badr dan Uhud pada saat itu jelas menunjukkan bahwa ia bukan lagi berusia 9 atau 10. Lagipula, perempuan biasa menemani kaum lelaki dalam pertempuran guna memberi bantuan.

Jawab:
Ini alasan lemah. Pada saatnya pertempuran Badr dan Uhud Aisha berumur antara 10 sampai 11 tahun. Ia tidak bertempur seperti kaum lelaki. Ia disitu untuk menghangati tempat tidur Muhamad. Lelaki dibawah umur 15 dipulangkan, tetapi ini tidak berlaku bagi Aisha.//

3)
Menurut kebanyakan pakar sejarah, Asma, kakak perempuan Aisha berumur 10 tahun diatas Aisha. Dilaporkan dalam Taqri'bu'l-tehzi'b dan Al-bidayah wa'l-nihayah bawha Asma wafat tahun 73 hijrah pada usia 100 tahun. Jelas, jika Asma berusia 100 tahun pada tahun 73 Hijrah, pada saat hijrah ia berumur 27 atau 28. Jika Asma berusia 27 atau 28 pada saat hijrah, maka Aisha berumur 17 atau 18 tahun. Jadi, pada saat Aisha menikah pada tahun 1 AH (after hijrah) atau 2 AH, ia berumur antara 18 atau 20 tahun.

Jawaban:
Pada saat Asma sudah sangat berumur, orang tidak terlalu peduli mengenai umur persisnya. Lebih mudah membulatkan angka 100 tahun ketimbang menyebut 90 tahun. Bedanya tidak kelihatan bagi orang2 sekitarnya.


Dengan asumsi Hadis tersebut autentik, ini mungkin suatu kesalahan tidak sengaja. Dijaman baheula belum ada sertifikat lahir. Lagipula, Asma bukan orang penting dan tidak akan menyangka bahwa 1300 tahun kemudian ia menjadi obyek kontroversi. Ini bisa2 sebuah kesalahan dalam Hadis.//

4)
Tabari dalam tulisannya tentang sejarah Islam, menulis bawha Abu Bakr (ayah Aisha) memiliki 4 anak dan kesemuanya dilahirkan dalam masa Jahiliyyah -- masa pra Islam. Jelas jika Aisha lahir dalam masa jahiliyyah, ia tidak dapat berusia dibawah 14 pada masa 1 AH -- saat ia kemungkinan besar menikah.

Jawab:
Riwayah Tabari tidak dikenal sebagai Sahih. Bahkan jika riwayahnya ini sesuai fakta, tidak ada alasan mengapa kita harus menyingkirkan hadis2 yang jauh lebih eksplisit dan mendetail yang saling menunjang dan mengaskan bahwa umur Aisha 9 pada saat ia menikahi Muhamad. Orang lebih mengingat peristiwa2 penting ketimbang hal2 yang tidak terlalu signifikan. Tanggal lahir anak2 Abu Bakr bukan hal penting bagi Muslimin saat itu untuk dicatat. Yang lebih penting adalah detail perkawinan Nabi. Dalam cerita pernikahan Safiyah, bahkan makanan yang dihidangkan pun dicatat.//

5)
Menurut pakar sejarah Ibn Isham, Aisha menerima Islam jauh sebelum Umar ibn Khattab. Ini menunjukkan bahwa Aisha menerima Islam pada tahun 1 Islam. Itu berarti mustahil jika ia dilahirkan pada tahun pertama Islam.

Jawab:
Para apologis tidak menyertakan teori ini dengan hadis. Lagipula teori ini juga salah. Guna mengerti dan menerima sebuah agama, paling tidak orang harus punya otak. Katakanlah Aisha berumur 12 (atau 15). Kalau memang benar Aisha menerima Islam pada tahun pertama Islam, maka pada saat ia menikahi Muhamad ia berusia 26 tahun (12 + 14) !

Pertama, perempuan jaman itu menikah pada umur jauh lebih muda. Tidak ada seorangpun mau menunggu menikah sampai umur 26 tahun. dan sangat tidak masuk akal bahwa seorang wanita berumur 26 tahun masih bermain dengan boneka. Ini menunjukkan bahwa para muslim apologis malu akan perlakuan Nabi dan mencari-cari alasan untuk menutupi ketidakpantasan sang Nabi.

6)
Tabari juga melaporkan bahwa pada saat Abu Bakr berencana untuk migrasi ke Habshah (8 years sebelum Hijrah), ia pergi ke Mut`am -- ayah anak lelaki yang dipinangkan degnan Aisha -- dan memintanya agar menerima Aisha sebagai isteri puteranya. Mut`am menolak karena Abu Bakr memeluk Islam, dan akhirnya puteranya menceraikan Aisha.
Nah, jika Aisha berumur hanya 7 tahun pada saat menikah dengan Nabi, mustahil ia dilahirkan pada saat Abu Bakr berencana untuk migrasi ke Habshah. Berdasarkan ini, kita bisa berasumsi bahwa Aisha bukan hanya dilahrkan 8 tahun sebelum hijrah, namun juga seorang wanita muda yang siap memasuki perkawinan.


Jawab:
Tradisi Arab untuk menjodohkan anak2 pada saat lahir tidak aneh. Bahkan sampai sekarangpun tradisi ini masih berlanjut. Teori diatas tidak membuktikan Aisha seorang gadis muda.

7)
Menurut riwayah Ahmad ibn Hanbal, setelah kematian Khadijah, Khaulah menghadap Nabi agar menikah lagi. Nabi bertanya kepadanya siapa kira2 menurutnya yang ingin dicalonkannya. Khaulah mengatakan: "Kau dapat menikahi perawan (bikr), atau perempuan yang sudah menikah (thayyib)". Nabi lalu bertanya siapa sang perawan, Khaulah mengusulkan Aisha. Mereka yang mengerti bahasa Arab, tahu bahwa kata "bikr" digunakan tidak untuk menggambarkan gadis berumur 9 tahun. Kata yagn tepat bagi anak2 kecil adalah "Jariyah". "Bikr" hanya dipakai untuk menggambarkan gadis belum menikah dan bukan seorang berusia 9 tahun.

Jawab:
Keterangan ini tidak tepat. Saya lahir di Iran dan saya mengerti bahasa Arab. Bikr berarti perawan dan tidak menunjukkan umur. Faktanya, Aisha adalah isteri kedua Muhammad (setelah Khadijah) namun Muhammad MENUNGGU TIGA TAHUN sebelum melakukan hubungan perkawinan karena AISHA TERLALU MUDA. Oleh karena itu ia memuaskan dirinya dengan Umma Salamah, sampai Aisha tumbuh sedikit lagi. Tidak masuk akal untuk mengawini wanita cantik seperti Aisha dan menunggu tiga tahun sebelum membawanya ke rumahnya.


Cool
Menurut Ibn Hajar, Fatimah 5 tahun lebih tua dari Aisha. Fatimah dilaporkan lahir pada saat Nabi berumur 35 tahun. Jika info ini benar maka Aisha tidak mungkin berusia dibawah 14 tahun pada saat hijrah dan pada saat menikah berumur 15 atau 16 tahun.

Jawab:
Tentu info diatas tidak benar. Jika Fatimah 5 tahun diatas Aisha, dan Fatimah lahir saat Nabi berusia 35 tahun, maka Aisha lahir pada saat Nabi berusia 30 tahun. Jadi beda usia mereka 30 tahun. Kalau memang begitu, Ketika Muhamad berusia 54 saat menikahi Aisha, maka Aisha berumur 24 tahun. Ini jelas tidak tepat. Alasannya sudah diberikan diatas selain mengkontradiksi hadis yang diberikan para apologis tentang umur Asma, yang dikatakan 10 tahun diatas Aisha dan wafat pada tahun 73 Hijrah. Kalau begitu pada saat Hijrah, Asma berumur 100 –73 = 27 tahun, sementara menurut hadis, ia berumur 34 tahun.

Kejanggalan antara kedua hadis yang diberikan oleh para apologis menunjukkan kelemahan mereka. Ini menunjukkan bahwa pada jaman itu angka tidak banyak berarti. Kemungkinan besar orang lupa tanggal. Namun peristiwa dengan mudah diingat. Laporan tentang usia muda Aisha konsisten dengan cerita2 masa kanak2nya, bermain dengan boneka, dan teman2 seumurnya dan bersembunyi ketika Muhamad memasuki ruangan dan kagetnya ketika Muhamad mengadakan hubungan seksual dengannya. Mereka yang mengingkari fakta dan mencoba membuktikan sebaliknya menunjukkan malunya mereka akan tindakan Nabi. Mungkin mereka harus di-diskreditkan karena mengetahui kesalahan Muhamad dan kita tidak patut menuruti mereka karena mereka tidak memiliki kejujuran intelektual.

9)
Pada akhirnya, para apologis menyimpulkan:
“Menurut pendapat saya, menjodohkan anak2 seumur 9 atau 10 tahun bukan tradisi Arab dan Nabi juga tidak menikahi Aisha se-muda itu. Orang2 Arab tidak menolak perkawinannya karena perkawinannya memang layak, tidak sebagaimana diriwayahkan sebaliknya.”


Jawab:
Saya total tidak setuju. Tradisi ini MEMANG KHAS ARAB, bahkan masih dilanjutkan sampai sekarang, bahkan di negara2 yang ditaklukkan Islam. Sampai sekarang tidak aneh melihat anak2 berumur 9 tahun dikawinkan. Alasan bahwa tidak ada yang tidak setuju akan perkawinan Muhamad dengan anak ingusan adalah karena ini sesuai adat. Alasan mengapa ini tidak dilaporkan dalam banyak hadis adalah karena ini memang bukan hal luar biasa.

Beberapa minggu yang lalu saya membaca dalam surat kabar bahwa di Iran, seorang perempuan 9 tahun meminta cerai dari suaminya yang berumur 15 tahun setelah perkawinan 20 hari karena ia selalu memukulinya. Ketika sang lelaki ditanya mengapa, ia mengatakan "Isteri saya malas melakukan tugas rumah tangga dan selalu bermain dengan bonekanya. "

NABI MUHAMMAD TERNYATA SEORANG PEDOPHILIA

Membayangkan pria tua terangsang oleh anak kecil adalah sangat memuakkan. Kita semua merinding dibuatnya karena mengingatkan kita pada tindak kriminal fedofilia. Sukar diterima bahwa sang Nabi Suci, pembawa rahmat bagi seluruh umat manusia, bisa menikahi Aisha ketika ia berusia 6 tahun dan menyetubuhinya pada saat ia berusia 9 tahun. Waktu itu, Muhammad berusia 54 tahun.

Sahih Muslim Buku 008, Nomer 3310:
'A'isha (Allah berkenan padanya) melaporkan: Rasulullah (saw) menikahiku ketika aku berusia enam tahun, dan aku diterima di rumahnya pada waktu aku berusia sembilan tahun.


Sahih Bukhari Volume 7, Buku 62, Nomer 64
Dikisahkan oleh 'Aisha:
Bahwa sang Nabi menikahinya ketika ia berusia enam tahun dan sang Nabi menyetubuhinya ketika dia berusia sembilan tahun, dan dia terus bersama sang Nabi selama sembilan tahun (sampai Nabi mati).


Sahih Bukhari Volume 7, Book 62, Number 65
Dikisahkan oleh 'Aisha:
Bahwa sang Nabi menikahinya ketika ia berusia enam tahun dan sang Nabi menyetubuhinya ketika dia berusia sembilan tahun. Hisham berkata: “Aku telah diberitahu bahwa ‘Aisha tinggal bersama sang Nabi selama sembilan tahun (sampai Nabi mati).” Apa yang kau ketahui tentang Qur’an (di luar kepala).


Sahih Bukhari Volume 7, Buku 62, Nomer 88
Dikisahkan oleh 'Ursa:
Sang Nabi menulis (kontrak kawin) dengan ‘Aisha ketika dia berusia enam tahun dan menyetubuhinya ketiak dia berusia sembilan tahun dan dia tinggal bersama sang Nabi selama sembilan tahun (sampai Nabi mati).


Beberapa Muslim mengatakan bahwa adalah ayah Aisha, Abu Bakr, yang meminta agar Muhamad mengawini anaknya. Ini saja tidak benar dan inilah buktinya.

Sahih Bukhari 7.18
Dinyatakan 'Ursa:
Sang Nabi meminta Abu Bakr untuk menyerahkan Aisha untuk dinikahi. Abu Bakr berkata,”Tapi engkau saudaraku.” Nabi berkata, ”Engkau saudaraku dalam agama Allah dan BukuNya, tapi ia (Aisha) adalah sah untuk dinikahiku.


Orang2 Arab waktu itu masih primitif dengan tidat terikat banyak aturan. Tapi meskipun begitu mereka punya kode etik. Contohnya, meskipun mereka berperang sepanjang tahun, mereka menghilangkan semua rasa permusuhan di bulan2 suci dalam tahun itu. Mereka juga menganggap Mekah adalah kota suci dan tidak ada yang boleh berperang terhadapnya. Istri dari anak angkat seorang pria akan dianggap sebagai menantu wanitanya dan siapapun tidak boleh menikahi menantu wanita itu. Adalah suatu kebiasaan untuk membuat sumpah persaudaraan dan menganggap satu sama lain sebagai saudara kandung. Sang Nabi nyata-nyata melanggar semua aturan2 yang dianggapnya menghalangi keinginannya.

Abu Bakr dan Muhamad sudah melakukan sumpah saudara. Jadi berdasarkan adat, Aisha seharusnya sudah seperti keponakan "buyut" sang Nabi. Tapi inipun tidak menghentikannya untuk menikahinya walaupun Aisha masih berusia 6 tahun. !!! Twisted Evil Bayangkan kalau opa anda menikahi anak anda yang masih 6 tahun !


Nabi yang suka mengubah2 standar moral menutut keadaan ini, sempat berpura2 menolak Aisha ketika ditanya:

Sahih Bukhari V.7, B62, N. 37
Dinyatakan Ibn 'Abbas:
Dikatakan pada sang Nabi,”Maukah engkau menikahi anak perempuan Hamza?” Nabi menjawab,”Dia adalah keponakan angkatku (anak saudara angkatku).



Di hadis berikut, sang Nabi menceritakan secara rahasia pada Aisha bahwa ia bermimpi tentang dia sebelum meminta ayahnya untuk memperistrinya.

Sahih Bukhari 9.140
Dinyatakan 'Aisha:
Nabi Allah berkata padaku,”Kau ditampakkan padaku dua kali (dalam mimpiku) sebelum aku menikahimu. Aku melihat seorang malaikat membawamu dalam kain sutra, dan aku berkata padanya,’Singkapkan (dia), ‘ dan lihatlah, tampaklah engkau. Aku berkata (pada diriku sendiri), ‘jika ini dari Allah, maka ini harus terjadi.’ Maka kau ditunjukkan padaku, malaikat membawamu dengan sehelai kain sutra, dan aku berkata (pada malaikat), ‘Singkapkan (dia), dan lihat, tampaklah engkau. Aku berkata (pada diriku sendiri), ‘jika ini dari Allah, maka ini harus terjadi.’


Masalahnya bukan apakah Muhamad memang bermimpi atau apakah dia mengatakannya hanya untuk menyenangkan Aisha. Masalahnya adalah mana mungkin malaikat menawarkan anak kecil kepada Nabi. Didunia Muhamad, malaikatpun tidak bermoral ?


Ada banyak sekali hadis yang secara tegas menyatakan usia Aisha pada saat dia menikah. Ini sebagian dari ayat2 tsb.:

Sahih Bukhari 5.236.
Dikisahkan oleh ayah Hisham:
Khadija meninggal dunia tiga tahun sebelum sang Nabi berangkat ke Medina. Dia diam di sana selama dua tahun atau lebih dan lalu dia menikahi ‘Aisha ketika dia berusia enam tahun, dan dia (Nabi) menyetubuhinya ketika dia berusia sembilan tahun.


Sahih Bukhari 5.234
Dikisahkan oleh Aisha:
Sang Nabi bertunangan denganku ketika aku masih seorang gadis kecil berusia enam (tahun). Kami pergi ke Medina dan tinggal di rumah Bani-al-Harith bin Khazraj. Lalu aku sakit dan rambutku rontok. Tak lama kemudian rambutku tumbuh (lagi) dan ibuku, Um Ruman, datang padaku ketika aku bermain ayunan bersama beberapa dari kawan perempuanku. Ibu memanggilku, aku pergi menghadapnya, tidak tahu apa yang dia inginkan dariku. Ibu memegang tanganku dan membawaku berdiri di depan pintu rumah. Aku tak bisa bernafas, dan ketika aku bisa bernafas lagi, dia (Ibu) mengambil air dan membilas wajah dan kepalaku. Lalu dia membawaku masuk ke dalam rumah. Di dalam rumah kulihat wanita2 Ansari yang berkata, “Salam sejahtera dan Berkat Allah dan semoga selamat.” Lalu dia (Ibu) menyerahkanku kepada mereka dan mereka mempersiapkanku (untuk perkawinan). Secara tak terduga, Rasul Allah datang padaku di pagi hari dan ibuku menyerahkanku kepadanya, dan pada saat itu aku adalah seorang gadis berusia sembilan tahun.


Dan di Hadis yang lain kita baca.

Sunan Abu-Dawud Book 41, Number 4915, also Number 4916 and Number 4917
Dinyatakan Aisha, Ummul Mu'minin:
Sang Rasul Allah menikahiku ketika aku berusia tujuh atau enam tahun. Ketika kami tiba di Medina, beberapa wanita datang, menurut versi Bishr:Umm Ruman datang padaku ketika saya sedang bermain ayunan. Mereka memandangku, mempersiapkanku, dan mendandaniku. Kemudian aku dibawa ke Rasul Allah, dan ia hidup bersamaku sebagai suami istri ketika aku berusia sembilan tahun. Ia (Umm Ruman) menghentikanku di pintu, dan aku meledak tertawa.


Dalam hadis di atas kita baca bahwa Aisha bermain ayunan. Ini adalah permainan anak2 kecil. Hadis berikut menarik disimak karena ini menunjukkan Aisha masih terlalu kecil sehingga dia tidak tahu apa yang terjadi ketika sang Nabi Suci “mengejutkannya”.

Sahih Bukhari Volume 7, Book 62, Number 90
Dinyatakan Aisha:
Ketika sang Nabi menikahiku, ibu datang padaku dan membawaku ke dalam rumah (sang Nabi) dan TIDAK ADA YANG LEBIH MENGAGETKANKU SELAIN KEDATANGAN SANG NABI ALLAH PADAKU DI PAGI HARI.


Tentunya ini sangat mengejutkan baginya! Tapi hadis berikut juga menarik karena hadis ini menunjukkan bahwa Aisha hanyalah seorang gadis cilik yang masih suka bermain dengan boneka2nya. Perhatikan apa yang ditulis pengarang dalam tanda kurung. (sebab Aisha saat itu masih anak kecil, belum mencapai usia pubertas).

Sahih Bukhari Volume 8, Book 73, Number 151
Dinyatakan oleh 'Aisha:
Aku biasa bermain dengan boneka2 di depan sang Nabi, dan kawan2 perempuanku juga biasa bermain bersamaku. Kalau Rasul Allah biasanya masuk ke dalam (tempat tinggalku) mereka lalu bersembunyi, tapi sang Nabi lalu memanggil mereka untuk bergabung dan bermain bersamaku. (Bermain dengan boneka2 atau bentuk2 yang serupa itu dilarang, tapi dalam kasus ini diizinkan sebab Aisha saat itu masih anak kecil, belum mencapai usia pubertas) (Fateh-al-Bari halaman 143, Vol.13)


Sahih Muslim Book 008, Number 3311
'A'isha (Allah berkenan padanya) mengatakan bahwa Rasulullah (saw) menikahi dia ketika dia berusia tujuh tahun, dan dia dibawa ke rumah Nabi sebagai pengantin ketika berusia sembilan tahun, dan boneka2nya ikut bersamanya; dan dia (sang Nabi) mati ketika ‘A’isha berusia delapan belas tahun.


Sang Nabi suci mati ketika dia berusia 63 tahun. Karena itu dia mestinya menikahi Aisha ketika dia berusia 51 tahun dan menyetubuhinya ketika dia berusia 54 tahun.

Sahih Bukhari Volume 8, Buku 73, Nomer 33
Dikisahkan oleh 'Aisha:
Aku tidak pernah merasa begitu cemburu pada wanita mana pun seperti yang kurasakan pada Khadija, meskipun dia telah meninggal tiga tahun sebelum sang Nabi mengawiniku, dan ini karena aku mendengar dia (Nabi) terlalu sering berkata tentang dia, dan karena Tuhannya memerintahkan dia untuk memberi Khadija kabar2 sukacita agar dia dapat tempat di surga, terbuat dari Qasab dan karena dia (Nabi) dulu sering menyembelih seekor domba dan mem-bagi2kannya diantara kawan2 Khadija.


Khadija meninggal dunia di bulan Desember, 619 AD. Ini adalah dua tahun sebelum Hijra. Pada saat itu sang Nabi berusia 51 tahun. Jadi di tahun yang sama waktu Khadija meninggal, sang Nabi menikahi Aisha dan membawanya ke rumahnya tiga tahun kemudian, yakni setahun setelah Hijra. Tapi selama menunggu Aisha, sang Nabi menikahi Umm Salama.


Sekarang beberapa orang mungkin tetap ngotot mengatakan bahwa hadis2 ini bohong semua. Orang2 boleh bebas percaya apapun yang mereka inginkan. Tapi kebenaran ini tampak nyata seterang matahari bagi mereka yang punya mata.

Pertanyaannya adalah, untuk apa pengikut Muhamad yang banyak itu mau menyusun begitu banyak hadis2 palsu tentang usia Aisha? Malah sebenarnya hadis2 itu saling menegaskan isinya satu sama lain.

Kalau mengarang cerita mukjizat palsu ttg Muhamad, orang masih bisa mengerti. Jemaat Bab percaya bahwa Bab mulai menyembah Tuhan begitu ia lahir. Ada sebuah hadis seperti itu pula tentang Muhamad. Orang2 Kristen percaya bahwa kelahiran Kristus merupakan suatu mukjizat dan kaum Yahudi percaya Musa membelah Laut Merah.

Orang2 penganut agama (apapun) suka mendengar cerita2 seperti ini. Ini menegaskan kepercayaan mereka. Ada banyak mukjizat2 yang tidak masuk akal yang berkenaan dengan Muhamad di hadis2, meskipun Muhamad sendiri menyangkalnya. Tapi kenapa orang akan
mengarang2 tentang usia Aisha yang nantinya akan menunjukkan Nabinya sbg seorang fedofilia?

POLIGAMI...

POLIGAMI POTRET EGOISME SEORANG NABI BERNAMA HAJI MUHAMMAD SAW!!!

Surah al-Nisa ayat 30 (maksudnya) : ”Jika kamu takut tidak berlaku adil maka hanya seorang isteri”

Poligami adalah untuk kaum lelaki muslim. Bahwa lelaki muslim dibenarkan menikahi lebih dari 1 wanita untuk dijadikan istri tetapi tidak lebih dari 4. Kita semua tahu, berapa jumlah si HAJI MUHAMMAD SAW !!!

BERIKUT SEJARAH ADANYA POLIGAMI
Pada masa Arab pra-Islam mengenal institusi pernikahan tak beradab (nikâh al-jâhili) di mana lelaki dan perempuan mempraktikkan poliandri dan poligami. Contoh – contoh pernikahan yang masuk kategori NIKAH AL JAHILI adalah :

Pertama, pernikahan sehari, yaitu pernikahan hanya berlangsung sehari saja.

Kedua, pernikahan istibdâ’ yaitu suami menyuruh istri digauli lelaki lain dan suaminya tidak akan menyentuhnya sehingga jelas apakah istrinya hamil oleh lelaki itu atau tidak. Jika hamil oleh lelaki itu, maka jika lelaki itu bila suka boleh menikahinya. Jika tidak, perempuan itu kembali lagi kepada suaminya. Pernikahan ini dilakukan hanya untuk mendapat keturunan.

Ketiga, pernikahan poliandri jenis pertama, yaitu perempuan mempunyai suami lebih dari satu (antara dua hingga sembilan orang). Setelah hamil, istri akan menentukan siapa suami dan bapak anak itu.

Keempat, pernikahan poliandri jenis kedua, yaitu semua lelaki boleh menggauli seorang wanita berapa pun jumlah lelaki itu. Setelah hamil, lelaki yang pernah menggaulinya berkumpul dan si anak ditaruh di sebuah tempat lalu akan berjalan mengarah ke salah seorang di antara mereka, dan itulah bapaknya.

Kelima pernikahan-warisan, artinya anak lelaki mendapat warisan dari bapaknya yaitu menikahi ibu kandungnya sendiri setelah bapaknya meninggal.

Keenam, pernikahan-paceklik, suami menyuruh istrinya untuk menikah lagi dengan orang kaya agar mendapat uang dan makanan. Pernikahan ini dilakukan karena kemiskinan yang membelenggu, setelah kaya perempuan itu pulang ke suaminya. Ketujuh, pernikahan-tukar guling, yaitu suami-istri mengadakan saling tukar pasangan.

Praktik pernikahan Arab pra-Islam ini ada yang berlangsung hingga masa Nabi, bahkan hingga masa Khulafâ al-Rashidîn. Poligami yang termaktub dalam QS.4:3 adalah sisa praktik pernikahan jahiliah sebagaimana disebutkan di atas.

Berikut AN NISSA 4:
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil [265], maka (kawinilah) seorang saja [266], atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

Penjelasan ayat diatas :
Pertama, anggaplah semacam memberi kesempatan untuk poligami. Kedua, peringatan atau warning agar belaku adil: fain khiftum allâ ta‘dilû fawâhidah (kalau engkau sangsi tidak dapat berlaku adil, satu sajalah!.
Ketiga, ada ayat yang mengatakan, walan tashtatî’û ‘an ta’dilî bainan nisâ’ wain harashtum. Artinya, kamu sekalian (wahai kaum laki-laki!) tidak akan bisa berbuat adil antara isteri-isterimu, sekalipun engkau berusaha keras. Ini artinya, kalau kita melakukan komparasi atas berbagai ayat, kesimpulannya adalah satu ayat membolehkan poligami, sementara dua ayat justru (seakan-akan) menafikan terwujudnya syarat pokok berpoligami: masalah keadilan. Intinya, dua ayat justru mengekang poligami. Kalau kita menggunakan proporsi seperti tadi, akan dihasilkan perbandingan dua ayat banding satu. Dan ingat, satu-satunya ayat yang seakan membolehkan poligami.


ALASAN DIBOLEHKANNYA POLIGAMI PADA ZAMAN HAJI MUHAMMAD SAW :
(1)Saat itu jumlah laki-laki lebih sedikit dibandingkan perempuan akibat perang [artinya, poligami DIHARAPKAN bisa menambah jumlah LELAKI]
(2)Untuk mempercepat penyebaran Islam karena diharapkan dengan menikahi seorang perempuan maka seluruh keluarganya pun memeluk Islam [artinya, poligami DIHARAPKAN mampu menjadi ALAT penyebaran Islam]
(3) Mencegah munculnya konflik antar suku [artinya POLIGAMI diharapkan mampu mendamaikan peperangan]

SEKARANG MASUK KE TAHAP : POLIGAMINYA HAJI MUHAMMAD SAW :
Bahwa yang tertulis dalam surat ANNISA : 3 TIDAK BERLAKU bagi haji muhammad saw. Karena sebagai nabi dan atau rasul nya Islam, si haji muhammad saw diyakini memiliki khushusiyyat, atau spesifikasi yang dimiliki Nabi yang tidak dimiliki dan tidak boleh dituruti orang lain, termasuk masalah POLIGAMI juga!

Ingat yah !!! si nabi ini istimewa!! Jadi dia bisa poligami karena dia dianggap bisa adil!!!

SEKARANG : LIHAT SIKAP SI HAJI MUHAMMAD SAW KETIKA ANAK NYA AKAN DIPOLIGAMI !!

Muhammad marah besar ketika mendengar Fatimah, akan dipoligami Ali bin Abi Thalib. Perhatikan kalimat si muhammad :

“inni la adzan, (saya tidak akan izinkan), tsumma la adzan (sama sekali, saya tidak akan izinkan), tsumma la adzan illa an ahabba ‘ibn Abi Thalib an yuthalliq ‘ibnati, (sama sekali, saya tidak akan izinkan, kecuali bila anak Abi Thalib (Ali) menceraikan anakku dahulu)“

“Fathimah bidh‘atun minni, yuribunima ‘arabaha wa yu’dzini ma ‘adzaha, Fatimah adalah bagian dari diriku; apa yang meresahkan dia, akan meresahkan diriku, dan apa yang menyakiti hatinya, akan menyakiti hatiku juga. (Jami’ al-Ushul, juz XII, 162, nomor hadis: 9026)

Jadi ... kalau si muhammad saw itu bisa mengatakan SAKIT anaknya dipoligami. Mengapa dia melakukan poligami ????

Apa itu adil? Apa itu bukan egois ?

POLIGAMI DI NEGARA “ISLAM” INDONESIA
Mengenai poligami diatur dalam UU RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang menerangkan kebolehan poligami selama mengantongi ijin dari istri sebelumnya serta UU RI No. 7/1989 pasal 49 yang menugasi pengadilan Agama untuk menangani poligami!!!

Pertanyaannya adalah :
Berapa kasus poligami yang istri pertama tahu dibandingkan dengan istri pertama tidak tahu?
Sementara kyai besar si A'A GYM saja masih sempat dimedia menyatakan “TIDAK” ketika dikonfirmasi mengenai poligami.

Salah TOKOH ISLAM yang menentang masalah poligami adalah TAHA HUSSEIN menyatakan dalam bukunya FI SYI'R AL-JAHILI pada tahun 1920-an. Dia menyatakan AL-QUR'AN CERMIN BUDAYA MASYARAKAT ARAB JAHILLIYAH, dan akhibatnya dia dipecat sebagai DOSEN UNIVERSTITAS KAIRO.

[garis besar tentang buku judul diatas adalah : Betapa si tuhan islam tidak pernah memikirkan DAMPAK PSIKOLOGIS bagi ANAK yang bapak nya poligami, dan dampak psikologis seorang istri yang dipoligami. tetapi karena menentang apa yang ada di AL QURAN dan HADIST tetap saja dipecat!!!]

Demikianlah tentang poligami.
Bagi saudara muslim...
katakan kepada saya, jika saya dianggap salah karena menyatakan POLIGAMI CERMIN EGOISME SEORANG MUHAMMAD SAW!!!

Si haji muhammad saw diyakini memiliki khushusiyyat, atau spesifikasi yang dimiliki Nabi yang tidak dimiliki dan tidak boleh dituruti orang lain, <<<< dan dia gunakan spesifikasinya untuk menikahi anak dibawah umur !!!

DIA MEMANG SPESIAL PEDHOPIL (PEDOFIL KHUSHUSIYYAT)!!! Wink

SIAPA SAJAKAH 73 ALIRAN DALAM ISLAM ITU?

berikut ini adalah ke 73 aliran dalam Islam. Ironisnya sampai detik ini, para ulama masih belum yakin aliran manakah yang paling benar. Semua aliran memandang alirannya sendirilah yang paling benar.
bahkan tidak jarang terjadi penindasan antara aliran satu dengan aliran yang lain. bahkan ada beberapa aliran yang tega mengatakan bahwa lairan lain tersebut sudah kafir.
Artikel dibawah ini menyebutkan siapa saja ke73 aliran tersebut (maaf, masih dalam bahasa Inggris)


According to Abdullah bin Amarra, he relates that the Holy Prophet (SA) said

‘Surely things will happen to my people as happened earlier to Israelites, they will resemble each other like one shoe in a pair resembles the other to the extent that if anyone among the Israelites has openly committed adultery to his mother there will be some who will do this in my Ummah as well, verily the Israelites were divided into 72 sects but my people will be divided into 73 sects, all of them will be in the fire except one.’ The companions asked. ‘Who are they O Messenger of Allah,’ Holy Prophet (pbuh) said. `They are those who will be like me and my companions.’ (Tirmidhi - Kitabul Eeman)

FYI-The one sect he was talking about is the Sunni sect.

The 73 sects are:

1-Sunni

They’re the ones who follow the traditions and habits of the prophet. It is the biggest sect in Islam.

2. Shia

They’re the second biggest sect in Islam, but they believe that the Prophet, peace be upon him, designated Ali as his successor(sunnis believe that the Prophet died without designating a successor), they believe in temporary marriage, they do not follow the traditions of the Prophet, and they make small cuts on their foreheads every 3ashoora

3. Butriyah:
They did not dispute the Khilafat of Uthman (ra), neither they attack him nor Hurariyah praise him.

4. Yaqubiyya:
They accepted the Khilafat of Abu Bakr (ra) and Umar (ra), but did not reject those who rejected these Khulifaa. They also believed that Muslim commiters of Major sins will be in hell forever.

5. Hanafiyah:
Followers of the Imammate of Muhammad ibn-al-Hanifah. They believe that Allah might have had a beginning.

6. Karibiyah:
They believed that Imam Muhammad ibn-al-Hanifah is not dead and is the Imam Ghaib (in disappearance) and the expected Mahdi.

7. Kamiliyah:
Followers of Abu-Kamil. They believed companions to be heretic because they forsook their allegiance to Ali (ra) and condemn Ali (ra) for ceasing to fight them. They believed in the returning of the dead before the Day of Resurrection and that Satan is right in preferring fire to clay.

8. Muhammadiyyah:
Followers of Muhammad ibn-Abdullah ibn-al-Hassan. They do not believe/Mughairiyah that Imam Muhammad ibn-Abdullah died and that he is the Imam Ghaib and awaited Mahdi.

9. Baqiriyah:
Followers of Muhammad ibn-Ali al-Baqir. They believe him to be the Imam Ghaib and expected Mahdi.

10. Nadisiyah:
They believe that those who consider themselves better than anyone else are Kafirs (disbelievers).

11. Sha’iyah:
They believe that the one who has recited La Ilaha Il-Allah (there is none worthy of worship except Allah), whatever she or he does, will never be punished.

12. Ammaliyah:
They believe that faith for one is what he/she sincerely practices.

13. Ismailiyah:
They believe in the continuity of Imammate among the descendants of Ismail ibn-Ja’far.

14. Musawiyah:
They believe Musa ibn-Ja’far to be the Imam Ghaib and expected Mahdi / Mamturah.

15. Mubarakiyah:
They believe in the continuity of Imammate among the descendants of Muhammad ibn-Ismail ibn-Ja’far.

16. Kathiyah:
They believe that expected Mehdi will be twelveth Imam among the /Ithn Áshariya descendants of the Áli ibn-abi-Talib. (The Twelvers).

17. Hashamiya:
They Predicate a body to Allah and also allege Prophet (pbuh) of disobedience/ Taraqibiyah to Allah

18. Zarariyah:
They believe that Allah did not live nor had any attributes till He created for Himself life and His attributes.

19. Younasiyah:
Followers of Younas ibn-Ábd-al-Rahman al-Kummi. They believe that Allah is borne by the bearers of His Throne, though He is stronger than they are.

20. Shaitaniyah/Shireekiyah:
They believed in the view that deeds of servants of Allah are substances; and a servant of Allah can really produce a substance.

21. Azraqaih:
Followers of Nafi ibn-al-Azraq. They do not believe in the good dreams and visions and claim that all forms of revelations have ended.

22. Najadat:
Followers of Najdah ibn-Ámir al-Hanafi. They abolished the punishment of drinking wine also they believed that sinners of this sect would not be treated in hellfire but some other place before allowed in Paradise.

23. Sufriyah:
Followers of Ziyad ibn-al-Asfar. They believed that sinners are in fact polytheists.

24. Ajaridah:
Followers of Abd-al-Karim ibn-Ajrad. They believed that a child should be called to Islam after it has attained maturity. Also they believed booty of war to be unlawful till the owner is killed.

25. Khazimiyah:
They believe Allah loves men of all faiths even if one has been a disbeliever most of his life.

26. Shuaibiyah/Hujjatiyah:
They believed that what Allah desires does happen no matter what and what does not happen it means Allah desires it not.

27. Khalafiyah:
Followers of Khalaf. They do not believe in fighting except under the leadership of an Imam.

28. Ma’lumiyah/Majhuliah:
They believed that whoever did not recognise Allah by His names was ignorant of Him and anyone ignorant of Him was a disbeliever.

29. Saltiyah:
Followers of Salt ibn-Usman. They believed in the conversion of adults only and if father has converted to Islam children were considered disbelievers till they reach maturity.

30. Hamziyah:
Followers of Hamza ibn-Akrak. They believe that children of polytheists are condemned to hell.

31. Tha’libiyah:
Followers of Tha’labah ibn-Mashkan. They believe that parents remain guardians over their children of any age until children make it clear to parents that they are turning away from truth.

32. Ma’badiyah:
They did not believe in taking or giving alms from or to slaves.

33. Akhnasiyah:
They do not believe in waging a war except in defence or when the opponent is known personally.

34. Shaibaniyah/Mashbiyah:
Followers of Shaiban ibn-Salamah al-Khariji. They believe that Allah resembles His creatures.

35. Rashidiyah:
They believe that land watered by springs, canals or flowing rivers should pay half the Zakat (tithe), while land watered by rain only should pay he full Zakat.

36. Mukarramiyah/tehmiyah:
Followers of abu-Mukarram. They believe that ignorance constitutes as disbelief. Also that Allah enmity or friendship depends upon the state of a persons’ belief at his death.

37. Abadiyah/Afáliyah:
They consider Abdullah ibn-Ibad as their Imam. They believe in doing good deeds without the intention of pleasing Allah.

38. Hafsiyah:
Consider Hafs ibn-abi-l-mikdam as their Imam. They believe that only knowing Allah frees one from polytheism.

39. Harithiya:
Followers of Harith ibn-Mazid al-Ibadi. They believe that the ability precedes the deeds.

40. Ashab Ta’áh:
They believe that Allah can send a prophet without giving him any sign to prove his prophecy.

41. Shabibiyah/Salihiyah:
Followers of Shabib ibn-Yazid al-Shaibani. They believe in the Imamate of a woman named Ghazalah.

42. Wasiliyah:
Followers of Wasil ibn-’Ata al-Ghazza. They believe that does who commit major sins will be punished in hell but still remain believers.

43. Ámriyah:
Followers of Amir ibn-Ubaid ibn-Bab. They reject the legal testimony of people from supporters of either side of the battle of Camel.

44. Hudhailiyah/Faniya:
Followers of abu-al-Hudhail Muhammad ibn-al-Hudhail. They believe that both Hell and Paradise will perish and that preordination of Allah can cease, at which time Allah will no longer be omnipotent.

45. Nazzamiyah:
Followers of abu-Ishaq Ibrahim ibn-Saiyar. They do not believe in the miraculous nature of the Holy Quran nor do they believe in the miracles of the Holy Prophet (pbuh) like splitting the moon.

46. Mu’ammariyah:
They believe that Allah neither creates life nor death but it is an act of the nature of living body.

47. Bashriyah:
Followers of Bashr ibn-al-Mu’tamir. They believe that Allah may forgive a man his sins and may change His mind about this forgiveness and punish him if he is disobedient again.

48. Hishamiyah:
Followers of Hisham ibn-ämr al-Futi. They believe that if a Muslim community come to consensus it needs an Imam and if it rebels and kills its Imam, no one should be chosen an Imam during a rebellion.

49. Murdariyah:
Followers of Isa ibn-Sabih. They believe that staying in close communication with the Sultan (ruler) makes one unbeliever.

50. Ja’friyah:
Followers of Ja’far ibn-Harb and Ja’far ibn-Mubashshir. They believe that drinking raw wine is not punishable and that punishment of hell could be inferred by a mental process.

51. Iskafiyah:
Followers of Muhammad ibn-Abdallah al-Iskafi. They believe that Allah has power to oppress children and madman but not those who have their full senses.

52. Thamamiyah:
Followers of Thamamah ibn-Ashras al-Numairi. They believe that he whom Allah does not compel to know Him, is not compelled to know and is classed with animals who are not responsible.

53. Jahiziayh:
Followers of ‘Ámr ibn-Bahr al-Jahiz. They believe that Allah is able to create a thing but unable to annihilate it.

54. Shahhamiyah/Sifatiyah:
Followers of abu-Yaqub al-Shahham. They believe that everything determined is determined by two determiners, one the creator and the other acquirer.

55. Khaiyatiyah/Makhluqiyah:
Followers of abu-al-Husain al-Khaiyat. They believe that everything non-existent is a body before it appears, like man before it is born is a body in non-existence. Also that every attribute becomes existent when it makes its appearance.

56. Ka’biyah:
Followers of abu-qasim Abdullah ibn-Ahmed ibn-Mahmud al-Banahi known as al-Ka’bi. They believe that Allah does not see Himself nor anyone else except in the sense that He knows himself and others.

57. Jubbaiyah:
Followers of abu-’Ali al-Jubbai. They believe that Allah obeys His servants when he fulfils their wish.

58. Bahshamiyah:
Followers of abu-Hashim. They believe that one, who desires to do a bad deed, though may not do it, commit infidelity and deserve punishment.

59. Ibriyah:
They believe that Holy Prophet (pbuh) was a wise man but not a prophet.

60. Zanadiqiyah:
They believe that the incident Miraj was a vision of the Holy prophet (pbuh) and that we can see Allah in this world.

61. Qabariyya:
They do not believe in the punishment of grave.

62. Hujjatiya:
They do not believe in the punishment for deeds on the grounds.

63. Fikriyya:
They believe that doing Dhikr and Fikr (Remembering and thinking about Allah) is better than worship.

64. ‘Aliviyah/Ajariyah:
They believe that Hazrat Ali shared Prophethood with Mohammad (pbuh)

65. Tanasikhiya:
They believe in the re-incarnation of soul.

66. Rajiýah:
They believe that Hazrat Ali ibn-abi-Talib will return to this world.

67. Ahadiyah:
They believe in the Fardh (obligations) in faith but deny the Sunnah.

68. Radeediyah:
They believe that this world will live forever.

69. Satbiriyah:
They do not believe in the acceptance of repentance.

70. Lafziyah:
They believe that Quran is not the word of God but only its meaning and essence is the word of God. Words of Quran are just the words of the narrator.

71. Ashariyah:
They believe that Qiyas (taking a guess) is wrong and amounts to disbelief.

72. Bada’iyah:
They believe that obedience to Ameer is obligatory no matter what he commands.

73. Ahmadiyyah:
The followers of Hazrat Mirza Ghulam Ahmed of Qadian (as). (1835 to 1908)
They believe that he is THE PROMISED MESSIAH and IMAM MEHDI.
They believe in the FINALITY OF PROPHETHOOD OF THE HOLY PROPHET (pbuh) and that he was the SEAL of the all the Prophets.
They believe that the Jesus Christ was NOT CRUCIFIED but DIED a natural death.

AYAT AYAT TAQQIYA

Quran 40:28: "Sesungguhnya Allah tidak menuntun seorangpun yg melanggar dan membohong."

Dlm Hadis, Mohamad dikutip sbg mengatakan, "Jujurlah kalian karena kejujuran membawa kebaikan dan kebaikan mengantar ke surga. Hati2 dgn kepalsuan karena ni mengantar kpd ketidakmoralan dan ketidakmoralan mengantar ke Neraka."

Tetapi hanya ini yg akan dikatakan Muslim kpd NON-MUSLIM. Selebihnya mereka sembunyikan.

Buku "The spirit of Islam," oleh pakar Muslim, Afif A. Tabbarah ditulis utk mem-promosikan Islam. Tapi lihat hal 247 "Berbohong tidak selalu buruk; ada kalanya dimana berbohong lebih bermanfaat dan lebih baik bagi kesejahteraan umum dan penyelesaian perkara. Menurut Nabi: 'Ia bukan orang curang (lewat berbohong) kalau menyelesaikan perkara, mendukung hal2 yang benar atau mengatakan apa yang benar."

Mempelajari duplisitas dlm Islam ini, kami akan menguji beberapa contoh dari sejarah Islam. Ini akan menunjukkan bahwa berbohong memang KEBIJAKAN UMUM para imam dan tokoh negara (muslim).

Juni 1967, MESIR dikalahkan Israel dan kehilangan Sinai Peninsula dalam Perang Enam Hari. Tujuan utama Presiden Nasser oleh karena itu adlah merebut kembali wilayah yg hilang itu. Pres Sadatpun menerapkan motto: "No voice should rise over the voice of The Battle."

Tentara yg direkrut th 1967 memperkirakan bahwa setiap saat "perang akan dmulai lagi". Namun, tahun demi tahun lewat dan masy Mesir semakin sebal dgn pernyataan2 jagoan pemimpin politik.

Th 1972 Sadat bersumpah dgn pasti bahwa tahun inilah adalah tahun perang yang sudah lama dinanti2. Selama tahun itu ia berkali2 bersumpah, "Saya bersumpah demi kehormatan saya bahwa tahun ini tidak akan lewat tanpa kita melancarkan perang." Satu tahun mereka terus menunggu ...

Orang percaya padanya karena ia mempertaruhkan reputasi dan kehormatannya lewat sebuah sumpah. Tapi tahun itupun berlalu tanpa adanya satu tembakanpun. Akibatnya, orang2 diluar dan didalam Mesir mengoloknya sbg tong kosong. Tapi Oktober 1973 ia tiba2 melancarkan serangan yg kemudian dikenal sbg perang Yom Kippur.

Sbg panglima militer, Sadat diperkirakan menggunakan elemen ‘surprise’ utk mengelabui musuh. Sbg Muslim tulen, Sadat tidak sedikitpun khawatir dgn janjinya yg agak melenceng itu. Ia mengerti bahwa sejarah dan ajaran Islam akan mengecualikannya dari tanggung jawab di akhirat nanti kalau ia menggunakan kebohongan sbg maneuver strategis militer.

Inipun juga dibuktikan oleh Muhamad sendiri. Ia sering membohong dan memerintahkan pengikutnya utk melakukan yg sama. Alasannya adalah prospek sukses dlm missi menyebarkan Islam akan membatalkan larangan berbohong dari Allah. Sebuah contoh baik adalah pembunuhan Kaab Ibn al-Ashrf, penyair Yahudi dari suku Banu Nadir.
Dilaporkan bahwa Kaab menunjukkan dukungan bagi Quraish dalam perang mereka melawan Muhamad. Juga, Kaab dituduh menulis sajak2 menggiurkan ttg wanita Muslim. Ini membuat Muhamad marah.

Jadi apa yg dilakukan Muhamad ? IA MEMINTA SUKARELAWAN UTK MENGHABISI Kaab Ibn al-Ashraf. Spt dikatakannya sendiri, Kaab telah "Melukai Allah dan rasulNya." Pada saat itu Kaab Ibn al-Ashraf, dan sukunya masih kuat, jadi tidak mudah bagi orang asing utk menyusup dan membunuhnya. Seorang Muslim bernama Ibn Muslima, bersedia utk melakukan tugas ini dgn syarat Muhamad mengijinkannya utk berbohong. Dgn ijin Muhamad, Ibn Muslima, menemui Kaab dan berbohong padanya dgn mengaku tidak senang kpd Muhamad. Saat ia mendapatkan kepercayaan Kaab, suatu malam ia membujuknya agar keluar rumah dan membunuhnya di sebuah tempat terkucil.

Ini mirip dgn cerita pembunuhan Shaaban Ibn Khalid al-Hazly. Dikatakan bahwa Shaaban mengumpulkan tentara utk memerangi Muhamad. Muhamad membalas dgn memerintahkan Abdullah Ibn Anis utk membunuh Shaaban. Lagi2, calon pembunuh itu meminta ijin Muhamad agar dapat berbohong. Muhamad setuju dan lalu memerintahkan agar sang calon pembunuh berbohong dan mengaku dari suku Khazaa. Ketika Shaaban melihat datangnya Abdullah, ia bertanya asal kesukuannya. Abdullah menjawab, "Dari Khazaa." Ia lalu menambahkan, "saya dengar kau sedang mengumpulkan tentara utk memerangi Muhamad dan saya datang utk bergabung dgn mu." Abdullah mulai berjalan dgn Shaaban dan bercerita kpdnya bgm Muhamad datang kpd mereka dgn ajaran palsunya dan mengeluh bahwa Muhamad bergosip ttg para patriarch Arab dan menghancurkan harapan2 Arab. Mereka akhirnya sampai di tenda Shaaban. Saahbat2 Shaaban meninggalkannya dan Shaaban mengundang Abdullah utk masuk dan beristirahat dgnnya. Abdullah duduk disana sampai Shaaban tertidur. Apa yg dilakukannya kemudian ? Ia memenggal kepalanya dan membawanya ke Muhamad sbg trophy. Saat Muhamad melihat Abdullah, ia berteriak dgn girang, "Wajahmu penuh kemenangan (Aflaha al- wajho)." Abdullah membalas salam itu dgn mengatakan, "Wajahmu-lah, Rasulullah yang penuh kemenangan (Aflaha wajhoka, ye rasoul Allah)."

SYARAT BERBOHONG DALAM ISLAM

Ini syarat2nya g kebanyakan Muslim cukup mengenalnya:

Perang adalah bentuk penipuan (War is deception.)
Tujuan meghalalkan hal2 yg dilarang
Jika dihadapkan pada 2 kejahatan, pilih yg kurang jahat.

Inilah ayat2 yg dijadikan dasar membohong:

"Allah tidak akan mempertanyakanmu ttg apa yg tidak dapat kau penuhi dalam sumpahmu. … " Surah 5:89

"Allah tidak akan mempertanyakanmu kalau kau tidak memikirkan matang2 sumpahmu (for thoughtlessness (vain) in your oaths), tetapi bagi kemauan dalam hatimu; dan IA
Maha pengampun …" Surah 2:225

"Siapapun yg setelah menerima Allah mengucapkan murtad, kecuali dibawah paksaan, hatinya tetap kuat dlm Iman – tetapi kalau mereka membuka hati mereka bagi Murtad, kemarahan Allah ada pada mereka …" Surah 16: 106


Al-Tabary menjelaskan Surah 16:106 sbg surah yg diturunkan kpd Muhamad setelah ia tahu bahwa Ammar Ibn Yasser dipaksa utk menolak Islam ketika ia diculik oleh
Banu Moghera. Muhamad menenangkan Ammar dgn mengatakan "Jika mereka berbalik, kau ikut berbalik." (Artinya: jika mereka menculikmu kembali, kau boleh menolak saya kembali.)

Ini menunjukkan bahwa kebohongan yg tidak direncanakan bisa diampuni dan bahkan kebohongan yg direncanakanpun bisa ditebus dgn melakukan beberapa hal, spt puasa. Jelas juga, bahwa jika terpaksa Muslim bisa mengambil sumpah (contoh; sumpah kesetiaan kpd Negara lain) dan bahkan berbohong dgn Allah, selama mereka tetap percaya didalam hati mereka.

Dlm Hadis, Muhamad mengeaskan konsep ini.

Dari "Ehiaa Oloum al-Din," oleh al-Ghazali, Vol. 3: PP.284-287:

Salah seorang puteri Muhamad, Umm Kalthoum, mengatakan bahwa ia tidak pernah mendengar rasulullah mensahkan kebohongan kecuali dlm 3 situasi:
Rekonsiliasi antara pihak2 yg bersengketa
Dlm Perang
Diantara suami isteri,utk menjaga kerukunan RT

Hadis mengutip Muhamad sbg mengatakan: "Para putera Adam bertanggung jawab ata skebohongan kecuali yg diucapkan utk mendamaikan Muslim."

Hadis lain lagi menyebut, "Aba Kahl, damaikan orang2."(artinya: bahkan lewat kebohongan)

Bgm dgn yg satu ini "Para putera Adam bertanggung jawab atas semua kebohongan kecuali : selama perang, karena perang adalah penipuan, utk mendamaikan 2 lelaki yg cekcok dan bagi lelaki utk menenangkan isterinya."

PRINSIP AL TAQQIYA

Prinsip Al-Taqgiya

Kata "Taqqiya", berate "menghindari," atau menjaga dari. Prinsip ini mengajarkna bwha Muslim diijinkan utk berbohong utk menghindari luka2, kerugian terhdp dirinya atau sesama Muslim. Prinsip ini memberi kebebasan bagi Muslim utk berbohong dlm keadaan yg mereka anggap mengancam nyawa. Mereka dapat menolak agama mereka, selama mereka dalam hati tetap beriman.

Al-Taqqiya didasarkan pada ayat ini:

"Janganlah orang beriman mengambil sbg teman dan pembantu para kafir ketimbang sesama orang beriman: jika kalian melakukannya, Allah tidak akan memberikanmu bantuan: kecuali dlm hal pencegahan, agar kau dapat melindungi dirimu dari mereka. Tapi Allah memperingatimu agar hanya mengingatNya; karena tujuan utama adalah bagi Allah." Surah 3: 28

Jadi, Muslim boleh berpura2 baik2 dgn Kafir dan berpura2 sbg kafir utk menghindari kerugian.

Berdasarkan konsep taqqiya, adalah sah bagi Muslim utk berlaku bertentangan dgn agama mereka, misalnya:
Meminum anggur, melupakan sholat dan puasa selama Ramadan.
Menyatakan ketidakpercayaan kpd Allah.
Bersujud kpd dewa selain Allah.
Mengucapkan sumpah setia.

Tuesday 1 July 2008

SELAYANG PANDANG TENTANG SYIAH

SELAYANG PANDANG SEJARAH ROFIDHOH / SYIAH

Di bawah ini adalah ringkasan sejarah kelompok rofidhoh, kangker yang
menggerogoti umat islam, akan kita bahas peristiwa penting dalam
sejarah mereka dengan menyebutkan peristiwa yang secara langsung
berkaitan dengan mereka.

14 H. Peristiwa yang terjadi pada tahun 14 H inilah pokok dan asas dari
kebencian kaum rofidhoh terhadap Islam dan kaum muslimin, karena
pada tahun ini meletus perang Qodisiyyah yang berakibat takluknya
kerajaan Persia majusi, nenek moyang kaum rofidhoh. Pada saat itu kaum
muslimin di bawah kepemimpinan Umar bin Khottob Radhiyallahu Anhu.

16 H. Kaum muslimin berhasil menaklukkan ibukota kekaisaran Persia,
Mada’in. Dengan ini hancurlah kerajaan Persia. Kejadiaan ini masih
disesali oleh kamum rafidhoh hingga saat ini.

23 H. Abu Lu’lu’ah Al Majusi yang dijuluki Baba Alauddin oleh kaum
rofidhoh membunuh Umar bin Khottob Radhiyalahu Anhu.

34 H. Munculnya Abdullah bin Saba’, si yahudi dari yaman yang dijuluki
Ibnu Sauda’ berpura-pura masuk Islam, tapi menyembunyikan kekafiran
dalam hatinya. Dia menggalang kekuatan dan melancarkan provokasi
melawan khalifah ketiga Utsman bin Affan Radhiyalahu Anhu hingga
dibunuh oleh para pemberontak karena fitnah yang dilancarkan oleh Ibnu
Sauda’ (Abdullah Bin Saba’) pada tahun 35 H. Keyakinan yang diserukan
oleh Abdullah Bin Saba’ berasal dari akar yahudi nasrani dan majusi yaitu
menuhankan Ali bin Abi Tolib Radhiyalahu Anhu, wasiat, roj’ah, wilayah,
keimamahan , bada’ dan lain-lain.

36 H. Malam sebelum terjadinya perang jamal kedua belah pihak telah
bersepakat untuk berdamai. Mereka bermalam dengan sebaik-baik malam
sementara Abdullah bin saba’ dengan konco-konconya bermalam dengan
penuh kedongkolan. Lalu dia membuat provokasi kepada kedua belah
pihak hingga terjadilah fitnah seperti yang diinginkan oleh Ibnu Saba’.
Pada masa kekhilafahan Ali bin Abi Tolib kelompok Abdullah Bin Saba’
datang kepada Ali bin Abi Tolib Radhiyalahu Anhu seraya berkata “Kamulah, kamulah !!” Ali bin Abi Tolib menjawab: ”Siapakah saya?” kata
mereka “Kamulah sang pencipta !!” lalu Ali bin Abi Tolib menyuruh mereka
untuk bertobat tapi mereka menolak. Kemudian Ali bin Abi Tolib
menyalakan api dan membakar mereka.

41 H. Tahun ini adalah tahun yang dibenci oleh kaum rofidhoh karena
tahun ini dinamakan tahun jama’ah atau tahun persatuan karena kaum
muslimin bersatu di bawah pimpinan kholifah Mu’awiyah bin Abi Sufyan
Radhiyalahu Anhu sang penulis wahyu karena Hasan bin Ali bin Abi Tolib
menyerahkan kekhilafahan kepada Mu’awiyah, dengan ini maka surutlah
tipu daya kaum rofidhoh.

61 H. Pada tahun ini Husein bin Ali terbunuh di karbala setelah ditinggal
oleh penolongnya dan diserahkan kepada pembunuhnya.

260 H. Hasan Al Askari meninggal dan kaum rofidhoh menyangka bahwa
imam ke 12 yang ditunggu-tunggu telah bersembunyi di sebuah lobang di
Samurra’ dan akan kembali lagi ke dunia.

277 H. Munculnya gerakan rofidhoh Qoromitoh yang didirikan oleh
Hamdan bin Asy’ats yand dikenal dengan julukan Qirmit di kufah.

278 H. Munculnya gerakan Qoromitoh di bahrain dan Ahsa’ yang
dipelopori oleh Abu Saad Al Janabi

280 H. Munculnya kerajaan rofidhoh Zaidiyah di So’dah dan San’a di
negeri Yaman yang didirikan oleh Husein bin Qosim Arrossi.

297 H. Munculnya kerajaan Ubaidiyin di mesir dan Maghrib (Maroko)
yang didirikan oleh Ubaidillah bin Muhammad Al Mahdi.

317 H. Abu Tohir Arrofidhi Al Qurmuti masuk ke kota mekah pada hari
tarwiya (8 Dzulhijjah) dan membunuh jamaah haji di masjidil Haram serta
mencongkel Hajar Aswad dan membawanya ke Ahsa’ hingga kembali lagi
pada tahun 355 H. Kerajaan mereka tetap eksis di Ahsa’ hingga tahun 466
H. Pada tahun ini berdirilah kerajaan Hamdaniyah di Mousul dan Halab
dan tumbang pada tahun 394 H.

329 H. Pada tahun ini Allah telah menghinakan kaum rofidhoh karena
pada tahun ini dimulailah Ghoibah Al Kubro atau menghilang selamanya.
Karena menurut mereka imam rofidhoh ke 12 telah menulis surat dan
sampai kepada mereka yang bunyinya: "Telah dimulailah masa
menghilangku dan aku tidak akan kembali sampai masa diijinkan oleh Allah, barangsiapa yang berkata dia telah berjumpa denganku maka dia adalah
pembohong." Semua ini supaya menghindar dari paertanyaan orang awam
kepada ulama mereka tentang terlambatnya Imam Mahdi keluar dari
persembunyiannya.

320-334 H. Munculnya kerajaan rofidhoh Buwaihi di Dailam yang
didirikan oleh Buwaih bin Syuja’. Mereka membuat kerusakan di
Baghdad. Pada masa mereka orang-orang bodoh mulai berani memakimaki
sahabat Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam.

339 H. Hajar Aswad dikembalikan ke Mekkah atas rekomendasi dari
pemerintahan Ubaidiyah di mesir.

352 H. Pemerintahan Buwaihi menutup pasar-pasar tanggal 10
Muharrom serta meliburkan semua kegiatan jual beli, maka keluarlah
wanita-wanita tanpa mengenakan jilbab dengan memukul diri mereka di
pasar. Pada saat itu pertama kali dalam sejarah diadakan perayaan
kesedihan atas meninggalnya Husein bin Ali bin Abi Tolib.

358 H. Kaum rofidhoh Ubaydiy menguasai mesir. Salah satu pemimpinya
yang terkenal adalah Al Hakim Biamrillah yang mengatakan bahwa
dirinya adalah tuhan dan menyeru kepada pendapat reinkarnasi. Dengan
ambruknya kerajaan ini tahun 568 H muncullah gerakan Druz.

402 H. Keluarnya pernyataan kebatilan nasab Fatimah yang digembar
gemborkan oleh penguasa kerejaan Ubaidiyah di mesir dan menjelaskan
ajaran mereka yang sesat dan mereka adalah zindiq dan telah dihukumi
kafir oleh seluru ulama’ kaum muslimin.

408 H. Penguasa kerajaan Ubaidiyah di mesir yang bernama Al Hakim
Biamrillah mengatakan bahwa dirinya adalah tuhan. Salah satu dari
kehinaannya adalah dia berniat untuk memindahkan kubur Nabi
Shallallahu Alaihi Wasallam dari kota Medinah ke Mesir sebanyak 2 kali.
Yang pertama adalah ketika dia disuruh oleh beberapa orang zindik
untuk memindahkan jasad Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam ke Mesir. Lalu
dia membangun bangunan yang megah dan menyuruh Abul Fatuh untuk
membongkar kubur Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam lalu masyarakat tidak
rela dan memberontak membuat dia mengurungkan niatnya. Yang kedua
ketika mengutus beberapa orang untuk membongkar kuburan Nabi.
Utusan ini tinggal didekat mesjid dan membuat lobang menuju kubur
Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam. Lalu makar mereka ketahuan dan utusan
tersebut dibunuh.

483 H. Munculnya gerakan Assasin yang menyeru kepada kerajaan
Ubaidiyah di mesir didirikan oleh Hasan Assobah yang memiliki asal usul
darah Persia. Dia memulai dakwahnya di wilayah Persia tahun 473 H.

500 H. Penguasa Ubaidiyun membangun sebuah bangunan yang megah
diberi nama mahkota Husein. Mereka menyangka bahwa kepala Husein
Bin Ali bin Abi Tolib dikuburkan di sana. Hingga saat ini banyak kaum
rofidhoh yan berhaji ke tempat tersebut. Kita bersyukur kepada Allah atas
nikmat akal yang diberikan kepada kita.

656 H. Penghianatan besar yang dilakukan oleh rofidhoh pimpinan
Nasiruddin Al Thusi dan Ibnul Alqomi yang bersekongkol dengan kaum
Tartar Mongolia agar masuk ke Baghdad dan membunuh 2 juta muslim
dan banyak dari Bani Hasyim yang seolah-olah dicintai oleh kaum
rofidhoh. Pda tahun yang sama muncullah kelompok Nusairiyah yang
didirikan oleh Muhammad bin Nusair.

907 H. Berdirinya kerajaan Safawiyah di Iran yang didirikan oleh Shah
Ismail Bin Haidar Al Safawi yang juga seorang rofidhoh. Dia telah
membunuh hampir 2 juta muslim yag menolak memeluk mazhab
rofidhoh. Pada saat masuk ke Baghdad dia memaki Khulafa’ Rosyidin di
depan umum dan membunuh mereka yang tidak mau memeluk mazhab
rofidhoh. Tak ketinggalan pula dia membongkar banyak kuburan orang
Sunni seperti Abu Hanifah. Termasuk peristiwa penting yang terjadi pada
masa kerajaan Sofawiyah adalah ketika Shah Abbas berhaji ke masyhad
untuk menandingi haji di Mekah. Pada tahun yang sama Sodruddin Al
Syirozi memulai dakwahnya kepada mazhab Baha’iyah. Mirza Ali
Muhammad Al Syirozi mengatakan bahwa Allah telah masuk ke dalam
dirinya, setelah mati dia digantikan oleh muridnya Baha’ullah. Sementara
itu di India muncul kelompok Qodiyaniyah pimpinan Mirza Ghulam
Ahmad yang mengatakan bahwa dirinya dalah Nabi. Kerajaan Safawiyah
berakhir pada tahun 1149 H.

1218 H. Seorang rofidhoh dari Irak daang ke Dar’iyah di Najd dan
menampakkan kesalehan dan kezuhudan. Pada suatu hari dia sholat di
belakang Imam Muhammad bin Su’ud dan membunuhnya ketika dia
sedang sujud saat sholat ashar dengan belati. Semoga Allah memerangi
kaum rofidhoh para pengkhianat.

1289 H. Pada tahun ini buku Fashlul Khitob Fi Tahrifi Kitabi Robbil Arbab
(penjelasan bahwa kitab Allah telah diselewengkan dan diubah) karangan
Mirza Husain bin Muhammad Annuri Attobrosi. Kitab ini memuat pendapat rofidhoh bahwasanya Al Qur’an yang ada saat ini telah
diselewengkan, dikurangi dan ditambah.

1389 H. Khomeini menulis buku Wilayatul Faqih dan Al Hukumah Al
Islamiyah. Sebagian kekafiran yang ada pada buku tersebut (Al Hukumah
Al Islamiyah hal 35): Khomeini berkata bahwa termasuk hal pokok dalam
mazhab kita adalah bahwa para imam kita memiliki posisi yang tidak
dapat dicapai oleh para malaikat dan para Nabi.

1399 H. Berdirinya pemerintahan rofidhoh di Iran yang didirikan oleh
Khomeini setelah berhasil menumbangkan pemerintahan Syah Iran. Ciri
khas negara ini adalah mengadakan demonstrasi dan tindakan anarkis
atas nama revolsi Islam di tanah suci Mekah pada hari mulia yaitu musim
haji.

1400 H. Khomeini menyampaikan pidatonya pada peringatan lahirnya
Imam Mahdi fiktif mereka pada tanggal 15 sya’ban. Sebagian pidatonya
berbunyi demikian: Para Nabi diutus Allah untuk menanamkan prinsip
keadilan di muka bumi tapi mereka tidak berhasil, bahkan Nabi
Shallallahu Alaihi Wasallam yang diutus untuk memperbaiki kemanusiaan
dan menanamkan prinsip keadilan tidak berhasil... yang akan berhasil
dalam misi itu dan menegakkan keadilan di muka bumi dan meluruskan
segala penyimpangan adalah Imam Mahdi yang ditunggu-tunggu...
begitulah menurut khomeini para Nabi telah gagal, termasuk Nabi
Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam... sementara revolusi kafirnya
telah berhasil.

1407 H. Jamaah haji Iran mengadakan demonstari besar-besaran di kota
Mekah pada hari jum’at di musim haji tahun 1407. Mereka melakukan
tindakan perusakan di kota Mekah seperti kakek mereka kaum
Qoromitoh, mereka membunuh beberapa orang aparat keamanan dan
jamaah haji, merusak dan membakar toko, merusak dan membakar mobil
beserta mereka yang berada di dalamnya. Jumah korban saat itu mencapai
402 orang tewas, 85 dari mereka adalah aparat keamanan dan penduduk
Saudi.

1408 H. Mu’tamar Islam yang diadakan oleh Liga Dunia Islam di Mekah
mengumumkan fatwa bahwa khomeini telah kafir.

1409 H. Pada musim haji tahun ini kaum rofidhoh meledakkan beberapa
tempat sekitar Masjidil Haram di kota Mekah. Mereka meledakkan bom
itu tepat pada tanggal 7 Dzulhijjah dan mengakibatkan tewasnya seorang
jamaah haji dari pakistan dan melukai 16 orang lainnya serta mengakibatkan kerusakan bangunan yang sangat besar. 16 pelaku insiden

itu berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman mati pada tahun 1410 H.
1410 H. Khomeini meninggal dunia, semoga Allah memberinya balasan
yang setimpal. Kaum Rofidhoh membangun sebuah bangunan yang menyerupai Ka'bah, semoga Allah memerangi mereka.